About me

Foto saya
mahasiswa Universitas Gunadarma
Feeds RSS
Feeds RSS

Sabtu, 28 Mei 2011

pembangunan daerah

Pembangunan Daerah

1.    Pembangunan Agribisnis-Agroindustri
Pada umumnya basis ekonomi daerah (kabupaten/kota) adalah pertanian. Pendekatan sistem agribisnis-agroindustri dimaksudkan sebagai upaya transformasi pertanian tradisional/subsisten menjadi modern/komersial. Pengembangan sistem pertanian modern tersebut dilakukan melalui peningkatan kinerja usahatani, pengintegrasian vertikal dalam suatu sistem komoditas (commodity system) guna  peningkatan  nilai tambah  (value added),  serta pengembangan sistem agribisnis wilayah, khususnya wilayah kota/kabupaten.
2.    Pengembangan Masyarakat dan Kelembagaan Pembangunan
Dalam pembangunan daerah khususnya pembangunan lokal, peran serta masyarakat  dalam  pembangunan   adalah  sebagai   modal   sosial (social capital) dalam rangka mencapai masyarakat madani (civil society).  Berbagai kegiatan pembangunan selama ini dipandang kurang efektif dan inefisien karena tidak ditunjang oleh kelembagaan pembangunan yang baik.   Dibutuhkan kelembagaan pembangunan yang tangguh, khususnya kelembagaan keuangan agar pembangunan dapat berjalan lancar.
3.    Pengembangan Kewirausahaan Daerah
Pembangunan kewirausahaan dapat menjadi ujung tombak bagi pembangunan ekonomi lokal. Wirausaha yang inovatif dan kreatif akan menjadi motor penggerak dan aset utama bagi pembangunan daerah.  Hampir di setiap daerah/kabupaten bisnis yang berkembang adalah usaha kecil, industri kecil dan sektor informal. Dengan demikian pengembangan usaha ini dapat menjadi andalan pengembangan daerah.
4.    Pembangunan Kebutuhan Dasar Manusia
Pengadaan dan Pembangunan Kebutuhan Dasar Manusia selain merupakan hak-hak asasi juga mencakup kebutuhan akan fasilitas pendidikan, kesehatan, agama dan sosial yang merata dalam tataruang daerah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat sendiri. Pengembangan Kebutuhan Dasar Manusia bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, yang dapat dicirikan oleh kualitas hidup fisik yang baik (physical quality of life).
5.    Manajemen Keuangan dan Investasi Daerah.
Percepatan kegiatan-kegiatan pembangunan di daerah memerlukan kehandalan para perencana pembangunan daerah dalam bidang penganggaran dan pengembangan investasi.  Kedua hal ini semakin bertambah penting dalam era otonomi daerah sekarang ini. Kebijakan ini tidak sekedar untuk meningkatkan pendapatan (revenues) asli daerah melalui pajak dan retribusi, yang sampai batas tertentu justru dapat bersifat disinsentif terhadap pengusaha, namun juga untuk menarik para investor dan mendorong berkembangnya sektor basis (unggulan). Trade off ini perlu dipahami baik oleh para perencana, agar kebijakan pembangunan daerah dapat disusun secara optimal, maupun oleh para manajer profesional, sehingga "sinyal" yang terlihat dari implementasi kebijakan pemerintah dan dari pasar dapat diantisipasi secara tepat.
6.    Pembangunan Ekonomi Lokal dan Regional
Merupakan kegiatan Pembangunan Daerah yang diarahkan pada peningkatan dan pemanfaatan unsur-unsur “endogenous” (unsur-unsur lokal – yang mencakup sumberdaya manusia, sumberdaya alam, serta kondisi sosial, budaya dan  ekonomi)  dalam  Pembangunan  Daerah  guna  menciptakan kesempatan kerja dan bisnis baru di daerah, namun tetap dalam koridor pembangunan tingkat provinsi dan nasional. 
7.    Pengembangan Tataruang Partisipatif
Merupakan program pengembangan tataruang suatu kota/kabupaten dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan melibatkan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya.  Pengembangan tataruang dalam hal ini tidak hanya mempertimbangkan faktor ekonomi lokasi, tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial, keamanan, kenyamanan, keindahan dan keserasian lingkungan.  


Jumat, 27 Mei 2011

modernisasi pertanian


Masyarakat Samin di Tengah Arus Modernisasi Pertanian
Ajaran Samin (Saminisme) disebarkan oleh Samin Surosentiko (1859-1914). Ajaran
saminisme adalah sebuah konsep penolakan terhadap budaya kolonial Belanda dan penolakan
terhadap kapitalisme yang muncul pada masa penjajahan Belanda abad ke-19 di Indonesia.
Sebagai gerakan yang cukup besar Saminisme tumbuh sebagai perjuangan melawan
kesewenangan Belanda yang merampas tanah-tanah dan digunakan untuk perluasan hutan jati.
Masyarakat Samin tersebar pertama kali di daerah Klopoduwur, Blora, Jawa Tengah.
Samin berkembang di dua desa hutan kawasan Randublatung, Kabupaten Bojonegoro, Jawa
Timur. Gerakan ini lantas dengan cepat menjalar ke desa-desa lainnya, mulai dari pantai utara
Jawa sampai ke seputar hutan di Pegunungan Kendeng Utara dan Kendeng Selatan, atau di
sekitar perbatasan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur menurut peta sekarang. Menurut data
yang lain, orang Samin tinggal menyebar di daerah Bojonegoro, Tuban, Blora, Rembang,
Grobogan, Pati, dan Kudus. Mereka berdomisili tidak menggerombol, melainkan terpencar-
pencar, misalnya, tiap desa terdapat 5-6 keluarga, tetapi solidaritas sosialnya menyatu. Dua
tempat penting dalam keberadaaan masyarakat Samin sekarang adalah Desa Klopodhuwur di
Blora dan Desa Tapelan di Kecamatan Ngraho, Bojonegoro yang memiliki jumlah terbanyak
pengikut Samin.
Masyarakat Samin memiliki tiga unsur gerakan saminisme, yaitu : gerakan yang mirip organisasi proletariat kuno yang menentang sistem feodalisme dan kolonial dengan kekuatan agraris terselubung, gerakan yang bersifat utopis tanpa perlawanan fisik yang mencolok, dan gerakan berdiam diri (dengan cara tidak membayar pajak, tidak menyumbangkan tenaganya untuk negeri, menjegal peraturan agraria dan pengejawantahan diri sendiri sebagai dewa suci).
Pokok ajaran Samin adalah sebagai berikut:
Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda-bedakan
agama, oleh karena itu orang Samin tidak pernah mengingkari atau membenci agama.
Yang terpenting adalah tabiat dalam hidupnya.
Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan suka iri hati dan jangan suka
mengambil milik orang.
Bersikap sabar dan jangan sombong.
Modernisasi Pertanian

        Pandangan masyarakat Samin terhadap lingkungan sangat positif. Mereka memanfaatkanalam (misalnya mengambil kayu) secukupnya saja dan tidak pernah mengeksploitasi. Hal ini
sesuai dengan pikiran masyarakat Samin yang cukup sederhana, tidak berlebihan, dan apa
adanya. Tanah bagi mereka ibarat ibu sendiri, artinya tanah memberi penghidupan kepada
mereka. Sebagai petani tradisional maka tanah mereka perlakukan sebaik-baiknya.Dalam
pengolahan lahan (tumbuhan apa yang akan ditanam) mereka hanya berdasarkan musim saja
yaitu penghujan dan kemarau. Pandangannya terhadap ekologi dan ekosistem tersebut dapat
dijumpai pada ucapan mereka, yaitu :
banyu podo ngombe, lemah podo duwe, godong podo
gawe (air sama-sama diminum, tanah sama-sama punya, daun sama-sama dimanfaatkan).
Ajaran inti masyarakat Samin adalah apa yang disebut mereka dengan agama Adam,
yaitu suatu agama yang terbentuk secara alamiah yang menekankan ajaran pada pemujaan
tertinggi kepada bumi dan penilaian tertinggi kepada peran para petani kepada masyarakat.
Dusun Jepang dikelilingi oleh hutan yang menjadikannya agak terisolasi dari daerah
sekitarnya. Letak dusun yang berada di kawasan hutan menjadikan dusun ini sulit untuk
dijangkau, terlebih lagi sarana angkutan umum tidak tersedia. Keadaan ini agak terbantu dengan
telah diaspalnya jalan yang menghubungkan Dusun Jepang dengan ibu kota kecamatan yang
berjarak sekitar 5 kilometer. Walaupun sarana angkutan umum tidak tersedia, jalan yang telah
beraspal sangat membantu mobilitas penduduk Dusun Jepang, terlebih saat ini banyak di antara
penduduk yang telah memiliki motor. Untuk mencapai Dusun Jepang dapat dikatakan sangat
mudah, bahkan bagi mereka yang sama sekali belum pernah berkunjung ke daerah ini. Letak
Desa Margomulyo berada di tepi jalan kabupaten yang menghubungkan Kabupaten Bojonegoro
dan Kabupaten Ngawi. Jalan inilah yang dilalui oleh angkutan umum seperti colt dan bus yang
menghubungkan Ngawi dan Bojonegoro.
Desa Margomulyo mempunyai luas wilayah sebesar 1.309.169 hektar yang terbagi
menjadi delapan dusun. Sebagian besar wilayahnya merupakan areal hutan yang dikelola oleh
Perhutani. Keseluruhan luas areal hutan mencapai 54,70 persen, sedangkan sisanya merupakan
lahan pertanian produktif serta daerah pemukiman. Areal pertanian produktif terdiri atas lahan
tegalan sebesar 23,60 persen, lahan sawah sebesar 13,20 persen, dan lahan perkebunan sebesar
1,15 persen.
Areal hutan yang dikelola oleh Perhutani menyebabkan akses penduduk sangat terbatas
untuk memanfaatkan hutan. Penduduk sebatas mendapatkan ranting-ranting jati yang digunakan
untuk kayu bakar serta daun jati sebagai pembungkus. Penduduk Dusun Jepang hampir
seluruhnya menggantungkan hidup dari pertanian. Kondisi tanah yang kurang subur serta luas
kepemilikan yang sempit menjadikan kemiskinan masih menjadi permasalahan yang
membelenggu sebagian besar penduduknya.
Penduduk Dusun Jepang berjumlah 736 jiwa yang terdiri dari 202 kepala keluarga dan
hampir keseluruhan menganut paham Saminisme, makanya sering disebut masyarakat Samin.
Masyarakatnya dipimpin oleh generasi keempat dari Samin Surosentiko (pencetus ajaran Samin)
yang bernama Hardjo Kardi. Sebagian besar penduduk tidak pernah mengenyam pendidikan
terutama bagi mereka yang telah berusia diatas 40 tahun. Jumlah penduduk yang tidak
mengenyam pendidikan sebesar 42,9 persen, sedangkan penduduk yang telah berhasil
menyelesaikan pendidikan hingga tingkat sekolah dasar mencapai 28,5 persen. Hanya sebagian
kecil penduduk yang telah mengenyam pendidikan hingga tingkat SMP dan SMA.
Adapun kasus yang terjadi Dusun Jepang ini adalah tidak terbendungnya arus
modernisasi pertanian yang masuk ke dalam lingkungan dan struktur masyarakat Samin. Kasus
ini bermula dari inisiatif dan peran pemerintah (terutama pada orde baru) yang mengedepankan
kebijakan peningkatan produksi pertanian menggunakan teknologi serta berbagai pupuk dan
pestisida kimia. Pembentukan kelompok tani juga gencar dilakukan dalam rangka menaungi
seluruh masyarakat dan para petani Samin untuk meningkatkan produksi pertanian terutama
padi.
Dilihat dari kondisi topografinya, desa ini terletak di daerah lahan kering, berbukit-bukit,
sehingga produktivitas pertaniannya juga rendah. Tipologi ekologis dusun ini cukup unik. Di
sekelilingnya terdapat oleh hutan (sekitar 54,7 persen) dari luas lahan dusun. Sisanya adalah
lahan pertanian dan pemukiman. Namun yang sungguh aneh adalah mengapa keseluruhan hutan
yang berada di sekelilingi dusun ini dikuasai oleh pemerintah (dalam hal ini Perhutani), padahal
sudah diketahui bahwa dusun ini terletak di daerah yang kering. Apakah masyarakat di sini tidak
berhak untuk mencukupi kebutuhannya yang dapat diambil dari hasil hutan? Mungkin ini juga
yang menjadi alasan pemerintah untuk memasukkan program modernisasinya ke dalam struktur
masyarakat Samin Dusun Jepang ini dalam rangka memuaskan kepentingannya sendiri. Dalam
artian pemerintah mendapatkan dua keuntungan sekaligus yaitu melindungi kepentingannya di
sektor kehutanan dan ikut mensukseskan program modernisasi pertaniannya. Penggunaan pupuk
buatan dan penggunaan teknologi modern yang merusak lingkungan digenjot demi menaikkan
produksi pertanian. Padahal masyarakat Samin memiliki prinsip cinta akan lingkungannya yang
tercermin dalam ajaran Saminismenya, yaitu :
banyu podo ngombe, lemah podo duwe, godong
podo gawe (air sama-sama diminum, tanah sama-sama punya, daun sama-sama dimanfaatkan).
Modernisasi ini juga yang jelas-jelas melunturkan struktur atau pranata sosial masyarakat Samin
di Dusun Jepang. Perspektif desa dilihat dari aspek budaya adalah desa menjadi basis budayanya
sendiri. Dalam hal ini ada Dusun Jepang dengan
budaya masyarakat Samin yang mencintai
lingkungan juga luntur akibat modernisasi ini.
Kelompok tani juga gencar dibentuk di dusun ini untuk menaungi masyarakat dan para
petani dalam menaikkan produksi pertanian. Namun ada hal yang menarik terjadi dalam
masyarakat Samin di dusun ini. Kelembagaan tradisional seperti
sambatan ternyata masih
bertahan dan terpelihara di tengah arus kelembagaan modern seperti kelompok tani. Masyarakat
Samin tidak mengenal konsep majikan dan buruh. Seluruhnya dikerjakan bersama-sama demi.



Kamis, 26 Mei 2011

transformasi industri


Transformasi Industri
Perkembangan Industri Manufaktur
            Transformasi industri. Pembangunan sektor industri pengolahan dalam Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP I) memegang peranan strategis dalam upaya meletakkan landasan pembangunan yang kokoh bagi tahap pembangunan jangka panjang selanjutnya (25 tahun berikutnya). Dlam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1988 dinyatakan dengan jelas bahwa pembnagunan industri dalam PJP I harus mampu membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi Indonesia.  Hal ini berarti bahwa sektor industri di dalam perekonomian nasional berperan sebagai motor penggerak utama bagi pertumbuhan sektor utama lainnya melalui keterkaitan produksi ke belakang maupun ke depan.
            Sejak pelita I hingga saat ini, perkembangan sektor industri pengolahan dilaksanakan secara bertahap. Dalam Plita I dan Pelita II, dikembangkan industri-industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku yang mendukung perkembangan serta pertumbuhan output di sektor pertanian, misalnya industri pupuk, dan industri-industri yang menunjang pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak, seperti sandang dan pangan. Dalam pelita III, pengembangan industri  pengolahan dititikberatkan pada industri yang memproses bahan baku menjadi barang jadi. Kemudian, sejak Pelita IV hingga saat ini (Repelita VI), pengembangan difokuskan pada industri-industri yang menghasilkan bermacam mesin industri. Pada awal proses pengembangan, sektor industri pengolahan di Indonesia didukung oleh kebijakan substitusi impor hingga pertengahan tahun 1980-an.
            Selama periode 1989-1994, secara keseluruhan, sumbangan sektor industri pengolahan terhadap PDB menunjukkan peningkatan setiap tahun (lihat tabel 7.1). Setiap tahun selama periode 1989-1994, pangsa PDB dari industri pengolahan nonmigas (manufaktur) jauh lebih besar daripada industri pengilangan minyak bumi dan industri pengolahan gas alam cair. Pangsa output nasional dari industri manufaktur meningkat dari 14,88% pada tahun 1989 menjadi 21,19% pada tahun 1994. Sedangkan sumbangan industri pengilangan minyak terhadap output agregat hanya berkembang sangat kecil, dari 1,29% pada tahun 1989 menjadi 1,52% pada tahun 1994; kontribusi pengolahan gas terhadap total output nasional, bahkan mengalami penurunan, yakni dari 1,97% pada tahun 1989 menjadi 1,19% pada tahun 1994.
            Selama Pelita V, laju pertumbuhan output di sektor industri pengolahan secara keseluruhan atas dasar harga konstan tahun 1983 mencapai rata-rata 10% per tahun, sedangkan laju pertumbuhan output di industri pengolahan nonmigas mencapai rata-rata 11,59% setiap tahunnya (lihat tabel 7.2). dibandingkan dengan industri pengilangan minyak bumi dan pengolahan gas alam cair, sektor industri manufaktur memiliki laju pertumbuhan output rata-rata pertahun yang jauh lebih tinggi. Kontribusi industri pengolahan terhadap PDB menurut tiga subsektor tersebut (lihat tabel 7.1) dan struktur pertumbuhan (lihat tabel 7.2) manunjukan bahwa di dalam ekonomi Indonesia, industri manufaktur semakin penting dibandingkan dengan dua jenis industri lainnya tersebut. Peranan sektor manufaktur dilihat dalam bentuk kontribusi output nya dan di versifikasi produknya merupakan salah satu indikator yang menunjukan tingkat industrialisasi di suatu ekonomi. Peranan sektor manufaktur di Indonesia menandakan bahwa tingkat industrialisasi di dalam perekonomian nasional semakin tinggi.
Tabel 7.1
Kontribusi PDB dari Sektor Industri Pengolahan
Atas Dasar Harga Berlaku, 1989-1994 (Dalam Persentase)
Subsektor
1989
1990
1991
1992
1993
1994
Industri Pengolahan






Nonmigas
14,88
16,17
17,21
18,41
19,34
21,19
Pengilangan Minyak Bumi
1,29
1,83
1,67
1,66
1,68
1,52
Pengolahan Gas Alam Cair
1,97
1,90
2,07
1,69
1,29
1,19
Total
18,14
19,89
20,96
21,76
22,30
23,91
*angka sementara
Sumber: BPS, statistik Indonesia


Tabel 7.2
Pertumbuhan Output di Sektor Industri Pengolahan Menurut
Subsektor Atas Dasar Harga Konstan, 1989-1994 (Dalam Persentase)
Subsektor
1989
1990
1991
1992
1993
1994
Industri Pengolahan Non migas
11,57
12,97
10,86
10,96
11,59
11,98
Pengilangan Minyak Bumi
0,90
10,07
2,14
5,77
-1,29
2,62
Pengolaha Gas Alam Cair
2,52
9,56
6,33
5,18
1,94
8,15
Total
9,29
12,19
9,60
9,68
9,35
11,06

*untuk tahun 1989 s.d 1993 atas dasar harga konstan 1983 dan untuk tahun 1994 atas dasar harga konstan 1993.
**Angka sementara.
Sumber: BPS, Statistik Indonesia.

Nara sumber :  Dr. Tulus t.h tambunan, perekonomian Indonesia



Rabu, 18 Mei 2011

mysql pada command prompt

Memulai Mysql di Command Prompt

keterangan : ¿ merupakan (klik enter)

C:\>cd xampp/mysql/bin ¿
C:\xampp\mysql\bin>mysql   -uroot   -p ¿
Enter password:

Contoh table yang ingin kita buat :
npm
nama
alamat
1111
sartika
bogor
2222
zizi
depok

Cara membuat table :
Buat table=buat database ¿
mysql>create database kelas; ¿
mysql>use kelas ¿
database changed ¿
mysql>create table profil< ¿
->npm varchar<8>not null,  ¿
->nama varchar<25>null,  ¿
->alamat varchar<50>null, ¿
->primary key <npm>>; ¿

Cara membuat isi table nya :
mysql>insert into profil  ¿
->values <’1111’,’sartika’,’bogor’>;  ¿
Mysql>insert into profil  ¿
->values <’2222’,’zizi’,’depok’>;  ¿
Mysql>select   *from profil; ¿

Maka muncul table di bawah ini :
npm
nama
alamat
1111
sartika
bogor
2222
zizi
depok

Mysql>select   *from profil where alamat  =’depok’; ¿
npm
nama
alamat
2222
zizi
depok

Mysql>select npm,   nama from profil where alamat =’depok’; ¿
npm
nama
2222
zizi
keterangan
  • ¿ merupakan (klik enter)
  • Untuk menampilkan npm dan nama yg lokasinya yang di depok menggunakan
Mysql>select npm, nama from namatable where alamat =’depok’; ¿